Kamis, 24 Oktober 2013

Bahagia?

Apa itu bahagia?
Bahagia itu tidur malam saat turun hujan..
Bahagia itu ada makanan saat lapar tengah malam..
Bahagia itu saat sampai rumah setelah berpergian..
Bahagia itu tidur tanpa rasa khawatir..
Bahagia itu sentuhan kecil dgn orang yg kita suka dan diperlama beberapa detik..
Bahagia itu mengetahui ada orang yang bahagia karena kita..
Bahagia itu berada di ruangan yang penuh dengan tawa..
Bahagia itu mengobrol hingga tengah malam dengan sahabat..
Bahagia itu menggesekan kaki pada sprei yang dingin..
Bahagia itu berkumpul dengan keluarga..
Bahagia itu bangun pagi saat ingin pergi liburan..
Bahagia itu mengetahui orang yang kita sayang baik-baik saja..
Bahagia itu kamu.
Bahagia atau tidaknya kamu, itu tergantung gimanaa kamu mensyukuri apa yang kamu punya. Dari pada mengejar yang tidak ada, lebih baik menjaga apa yang ada. Kesalahan yang sering di buat adalah bukan tidak menyadari apa yg kita punya, Kita sadar, tapi tak menyadari kalau apa yang kita punya bisa hilang kapan saja.
Bahagia juga tergantung bagaimana kita menyikapi suatu hal. Jangan banyak berpura-pura. Terutama berpura-pura bahagia. Karena berpura-pura bahagia sesungguhnya adalah tidak bahagia yang paling buruk. Berpikir positif pda suatu hal kadang bisa membuat kita bahagia. Tapi tidak mempercayainya sama sekali juga kadang bisa membuat kita lega dan berujung bahagia. Hanya saja kita harus tau kapan menggunakannya.

Senin, 10 Juni 2013

Pura-pura(?)

Bukan pertama kalinya saya sakit hati. Bukan juga yang terakhir kali. Tapi setiap sakit hati pasti punya cerita sendiri. Well, kita manusia memang tak akan pernah lepas dari cinta. Dan cinta tak akan pernah lepas dari luka dan bahagia. Memang sudah begitu Tuhan mengaturnya.Sering kali kita munafik dengan diri sendiri, dengan perasaan sendiri, bahkan dengan apa yang sedang terjadi di dalam hati. Apa penyebabnya? Tak lain karena luka di hati. Luka membuat pikiran kita mati. Yang kita inginkan saat itu adalah melupakan orang yang menyakiti kita. Tapi secara bersamaan kita menginginkan dia untuk menyembuhkannya. Itu sebabnya sering kali kita berpura-pura tak membutuhkannya, berpura-pura tak peduli dengannya, berpura-pura baik-baik saja dan bahkan berpura-pura tak mengenalnya.Namun saat berpura-pura, yang kita dapatkan malah beban, bukan keringanan. Pikiranpun malah menjadi kacau tak karuan. Padahal dalam hati kita masih menginginkan. Kenapa kita begitu? Niat kita begitu untuk melindungi hati, juga untuk menarik diri. Tapi salah. Semuanya malah menjadi sia-sia. Dia akan tetap menjalani hidup seperti biasa dan kita menderita. Karena sekeras apapun kita berpura-pura tak menginginkannya, kita akan berakhir dengan membutuhkannya. Untuk menyembuhkan luka. Haha, tak adil ya? Padahal rasa yang kita berikan kepadanya sangatlah besar, tapi tetap terlihat kecil di matanya. Rindu yang kita pendam sudah terlalu dalam, tapi tetap tak punya derajat di hatinya. Tetap berdoa. Tuhan punya rencana. Dan semua itu, bukan cuma kita yang mengalaminnya. Tapi semua orang di dunia.

Kamis, 06 Juni 2013

Goodbye My first love

Malam itu aku sedang bermesraan dengan selimut biruku dan boneka sapi ku di kamar, sambil membaca blogger seseorang dan mendengarkan musik. Dan saat menerima pesan singkat dari seorang teman dekat, entah ada apa kabar buruk ataukah kabar baik untukku? Semua terasa terhenti, malam yang kurasa panjang saat itu menjadi singkat, tak tersangka dan tak pernah menyangka ini akan terjadi. Dia yang pertama mengenalkanku pada arti cinta dan kasih sayang, dia yang pertama kali membuatku merasakan indahnya dicintai dan mencintai, dia yang pertama kali membuat pipiku memerah saat bertemu dengannya dan kini lebih cepat 'meninggalkanku untuk selamanya'. Kuharap aku hanya sedang terlarut dalam mimpi yang buruk, dan tiba-tiba suara telepon dari sahabatku lebih membuatku berpasrah akan harapan itu. Ternyata dia benar pergi. ya dia 'Cinta Pertama dan Pacar pertamaku'. Ya mungkin hanya sebuah hubungan konyol yang di jalin oleh dua anak sd kelas 6 yang belum cukup umur buat cinta-cintaan atau pacar-pacaran tapi aaaah....entahlah! Dia jahat. Dia pergi tanpa pamit padaku. Dia pergi tanpa pertemuan terakhir dengan ku. Malamku berubah penuh tangis! Tak kusangka secepat ini dan sesingkat ini. Ya Tuhan aku masih rindu padanya, kami tak sempat bertemu untuk yang terakhir kalinya, aaaah... Doaku selalu untukmu Danar, maafkan aku yang banyak memulai kesalahan padamu, sesalku muncul saat ini. Aku akan selalu merindukanmu alm. Mochamad Danar Sidqi semoga tempat terindah untukmu disana, aku akan coba mengikhlaskanmu padaNya. I love you, i miss you my first love<3 :'(

Kamis, 28 Maret 2013

Sebulan Setelah Kepergianmu

17 March 2013

Tak menyangka, sudah sebulan kamu meninggalkanku. Perpisahan ini seperti mendorongku pada dunia yang sungguh menyorotkanku pada keterpurukan. Aku semakin tidak mengerti. Takdir ataukah hanya keterpaksaan yang membuat jalan kita semakin terlihat gelap?

Tak ada lagi kamu yang mengisi barisan hari-hariku, biasanya hanya kamu yang mengisi inbox handphone-ku. Aku ingat sekali tawa khasmu, serta logat bahasamu yang tidak jelas itu. Tak ada lagi semangat, dan sapaanmu yang siap mengantarku ke alam mimpi. Tak ada lagi genggaman tanganmu yang menguatkanku. Tak ada lagi pelukan khas dari lenganmu yang meredam segala airmataku. Tanpamu...semua berbeda, semua tak lagi sama.

Mentari datang, melewati celah- celah vitrace-ku dengan tatapan yang sama. Aku membuka mata dan berharap hari-hariku berjalan seperti biasanya, walau tanpamu, walau tak ada kamu yang memenuhi hari-hariku. Aku mencoba meraih ponselku, apakah disana sudah ada malaikat yang bersarang? Namun, tak ada lagi pesan singkat darimu. Hari yang berbeda. Seperti ada sesuatu yang hilang.

Lalu, kujalani rutinitasku seperti biasanya. Kamu tentu tahu. Dulu kita sering berbagi hari- hari yang kita jalani. Namun, sekarang tak ada lagi kamu yang ikut berperan dalam hari- hariku. Tak ada lagi pesan singkat yang mengingatkanku untuk menjaga pola makan ataupun hal yang harus kulakukan. Sepele memang, aku mandiri dan sangat tahu apa yang harusnya aku lakukan. Tapi...entah mengapa aku seperti merasa kehilangan yang telah kujaga. Aku seperti mencari, tanpa pernah tahu apa yang kucari.

Siapa yang harus disalahkan? Aku kah atau kamu? Atau keadaan ini yang selalu menyudutkan kita, sehingga kita tak mampu merubahnya? Atau jarak yang telah lama menyiksa kita, sehingga kita tak mampu saling mengobati satu sama lain? Siapa yang harus menyembuhkan luka- luka dihati kita berdua? Haruskah . . . . . 

Aku benci pada setiap aktifitas yang kujalani bersamamu, dan sekarang tak lagi bersamamu. Aku benci pada sorot matamu yang enggan pindah dari langit- langit kamarku. Tatapan itu seperti membawaku pada angan-angan tinggi dan jatuh karena realita yang memukulku. Aku benci, aku selalu terbawa pada halusinasi atas kamu dan aku, seperti yang sering kamu ceritakan. Kamu, Aku, Kita; yang dulu satu . 

Mencoba untuk tidak mengingat rasa sakit yang kamu berikan. Semakin lama aku merasa...entahlah. Rasa ini begitu absurd dan sulit untuk kujelaskan. Aku terjebak pada ilusiku sendiri. Kamu yang meninggikanku, membawaku ke tempat yang sangat sulit kuartikan sebagai cinta atau obsesi sesaat. Rasanya ingin sekali aku mengobrak- abrik isi kamarku, memecahkan kaca tersebut agar takkan pernah lagi melihat diriku. Aku tak mengenali siapa sebenarnya yang ada pada kaca itu. Aku kehilangan setengah dari diriku yang kamu bawa pergi, entah kapan kembali. Kamu mengambil semua yang aku punya. Kamu merampas habis cinta yang aku punya. Tubuhku menghilang secara magis, setelah kepergianmu. Entahlah, aku seperti kehilangan arah.

Apa yang harus aku lakukan? Rasa kita memang berbeda Sayang. Kamu perlu mengajariku untuk tidak terus meratapi apa itu kehilangan. Kamu perlu mengajariku untuk tidak terus mengejar bayangan. Kamu perlu mengajariku untuk tidak menangisi yang sebenarnya tak perlu kamu tangisi. Jawabanmu selalu sama, aku benci kamu yang tak lagi peduli. Tak bisakah airmataku ditukar dengan kebahagiaan kita di masa lalu? Aku bisa berhenti memercayai cinta jika terlalu sering tenggelam dalam keterpurukan ini. Siksamu memang terlalu besar untukku dan aku terlalu lemah untuk merasakan semua rasa sakit yang telah kausebabkan.

Bagaimana mungkin aku bisa menemukan yang lebih baik jikaaku pernah memiliki yang terbaik? Bagaimana mungkin aku bisa menemukan seseorang yang lebih sempurna jika aku pernah memiliki yang paling sempurna?

Aku benci pada perpisahan. Entah mengapa dalam peristiwa itu
harus ada yang terluka, sementara yang lainnya bisa saja bahagia ataupun
tertawa. Kamu tertawa dan aku terluka. Kita seperti saling menyakiti, tanpa
tahu apa yang patut dibenci. Kita seperti saling memendam dendam, tanpa tahu
apa yang harus dipermasalahkan. 


Aku menangis sejadi-jadinya, sedalam-dalamnya, atas dasar
cinta. Kamu tertawa sekeras-kerasnya, sekencang-kencangnya, atas dasar... entah
harus kusebut apa. Aku tak pernah mengerti jalan pikiranmu yang terlampau rumit
itu. Aku merasa sangat kehilangan, sementara kamu dalam hitungan jam telah
menemukan yang baru. Bagaimana mungkin aku harus menyebut semua adalah wujud
kesetiaan? Begitu sulitnya aku melupakanmu, dan begitu mudahnya kamu
melupakanku. Inikah caramu menyakiti seseorang yang tak pantas kau lukai(?) 

Jam berganti hari, dan semua berputar... tetap berotasi. Aku
jalani hidupku, tentu saja tanpa kamu. Kamu lanjutkan hidupmu, tentu saja
dengan dia. Aku tak menyangka, begitu mudahnya kamu menemukan penganti. Begitu
gampangnya kamu melupakan semua yang telah terjadi. Aku hanya ingin tahu isi
otakmu saja, apa kamu tak pernah memikirkan mendung yang semakin menghitam di
hatiku? Atau... mungkin saja kamu tak punya otak? Atau tak punya hati?

Tak banyak hal yang bisa kulakukan, selain mengikhlaskan.
Tak ada hal yang mampu kuperjuangkan, selain membiarkanmu pergi dan tak
berharap kamu menorehkan luka lagi. Aku hanya berusaha menikmati luka, hingga
aku terbiasa dan akan menganggapnya tak ada. Kepergianmu yang tak beralasan,
kehilangan yang begitu menyakitkan, telah menjadi candu yang kunikmati
sakitnya.

Aku mulai suka air mata yang seringkali jatuh untukmu. Aku
mulai menikmati saat-saat napasku sesak ketika mengingatmu. Aku mulai jatuh
cinta pada rasa sakit yang kau ciptakan selama ini. 



Terimakasih
Karena rasa sakit ini, Tuhan menjadikanku lebih dekat pada rasa bersyukur. 
Karena rasa sakit ini, Tuhan menjadikan pundakku lebih luas dan kuat. 
Karena rasa sakit ini, Tuhan menyadarkanku agar tidak berpeluk pada lengan yang salah. 

Tuhan masih mengizinkanku untuk membiarkan rasa ini tetap mengalir untukmu.
17 February 2012. 


Atas rasa sakit berkepanjangan  ini dan 
mengutip dwitasarii.blogspot.com


makasih ka dwita, menjadikan ini sedikit sempurna...
sincerelly, @ditaprilias :)

Kamis, 07 Maret 2013

Resensi Novel - Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

Dan karena aku sudah berikrar akan selalu menuruti kata-kata dia, maka saat dia mengusap rambutku malam itu sebelum pulang dari toko buku, dan berkata pelan: “Belajarlah yang rajin, Tania!”, aku bersumpah untuk melakukannya.
Sumpah yang akan membuat seluruh catatan pendidikanku kelak terlihat bercahaya. Sempurna! -Tania(page 33)

Adalah Tania, seorang gadis kecil yang tiga tahun ini kehidupannya memburuk dikarenakan meninggalnya sang ayah. Ia beserta adik laki-lakinya yang bernama Dede dan ibunya tinggal di rumah kardus di dekat tempat pembuangan sampah. Tepat di dekat pohon linden yang kokoh dan indah menapakkan akarnya. Di tempat inilah semua cerita berasal. Di saat itulah malaikat itu datang menjanjikan masa depan yang cerah. Dan nantinya, di sana pula cerita ini akan berakhir..

Suatu malam, saat Tania dan Dede mengamen di bus, tanpa sengaja paku payung menancap di kaki Tania yang tak mengenakan alas apa pun. Adiknya hanya meringis. Tania hanya bisa mencabut paku payung sambil menahan tangis. Saat itulah malaikat itu datang. Dia menolong Tania. Membersihkan lukanya. Dan memberikan uang sepuluh ribuan. Untuk beli obat merah, katanya.

Namanya Danar. Mereka berdua tahu namanya karena setelah hari itu, dia selalu menunggu mereka di bus kota. Mendatangi rumah mereka dengan keceriannya yang selalu mendatangkan semangat positif. Dan dua minggu setelah pertemuan tak disengaja itu, ia yang menyekolahkan Tania dan Dede. Saat itu keduanya masih SD.

Usiaku menjelang sebelas tahun. Adikku enam tahun. Dan dia dua puluh lima tahun. Aku cemburu. -Tania(page 40) 
Aku masih terlalu kecil untuk mengerti perasaanku sendiri. -Tania(page 43)

Sejak saat itu, hidup mereka membaik. Mereka tak lagi tinggal di rumah kardus. Dia memang sudah seperti malaikat bagi keluarga itu. Membantu mereka tanpa pamrih. Menjadi bagian dari keluarga kecil Tania. Malangnya, Tania yang masih kecil menaruh perasaan lebih padanya. Bukan perasaan seorang adik kepada kakaknya. Bukan pula perasaan seorang anak kepada ayahnya. Juga bukan perasaan menghormati akan apa yang dia lakukan pada keluarga itu.You know, lah, perasaan seperti apa. :p

Bukan salah Tania kalau ia menyimpan perasaan itu sejak ia masih berkepang dua. Juga bukan salah dia yang selalu ada untuk keluarga itu. Tania tidak meminta perasaan seperti itu datang padanya, bukan? Tania juga sebenarnya tidak mengerti perasaan macam apa itu. Ia baru menyadari ada rasa cemburu saat Danar dekat dengan ‘cewek artis’ itu, namanya Ratna.

Bagaimana urusan cinta Tania yang ‘weird’ ini nanti? Akankah ia mampu jujur pada Danar? Bagaimana pula perasaan Danar terhadap Tania? Baca sendiri, ya.

Ketahuilah… daun yang jatuh tak pernah membenci angin. Dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan. Mengikhlaskan semuanya. –Danar(page 63)

Kisah ini sebenarnya hanya berlangsung sejam lebih. Dari jam 9 malam sampai jam 9 lewat 17—ditambah dengan hanya jam 9 esok paginya. Murni kisah yang diceritakan secara flashbackmelalui sudut pandang Tania. Seorang gadis kecil yang dulunya bukan siapa-siapa namun nantinya menjelma menjadi seseorang yang berguna, berkat malaikat itu! Setiap bab dibuka dengan Tania yang memandang dari lantai dua toko buku terbesar di kota itu. Yang nantinya dia akan menceritakan detail kisah ini dari awal hingga akhir. Sejak ia pertama kali bertemu dengan malaikat itu.

Kalian yang cuman baca review aneh-bin-nggak-jelas ini pastilah nggak bakal ngerti kenapa Tania bisa segitu cintanya sama orang yang udah kepala dua begitu. Ya soalnya aku nggak bisa ngegambarin dengan tepat gimana sosok Danar. Pokoknya nggak bisa sedetail itu ngegambarinnya seperti Bang Tere. Aku juga awalnya nggak ngerti kenapa Tania udah mematri hati cuman buat satu orang itu doang mana si Danar udah tua gitu lagi. Tapi setelah lama-lama aku pelototi, Danar itu memang everything banget lah buat keluarga mereka. Berani jamin, tanpa ada tragedi paku payung itu, Tania bukan siapa-siapa nantinya. Berkat Danar juga, Tania jadi sukses, bukan? Ada untungnya juga Tania jatuh hati sama cowok tua begitu. *eh

“Kamu mungkin lebih cantik, lebih pintar daripada ‘cewek artis’ itu sekarang, Tania. Tetapi lebih cantik dan lebih pintar saja tak cukup untuk menarik perhatian cowok sedewasa dia. Kamu tetap remaja tanggung baginya. Remaja yang menyebalkan.” –Anne (page 124)

Karakter Tania yang pekerja keras, selalu memegang janji, pantang menyerah, dan dewasa inilovable banget. Jarang nih ada abege di novel yang begini. Tania ini merupakan salah satu orang yang punya semangat hidup gede karena cinta! Demi Danar, dia akan menjadi cantik dan dewasa. Demi Danar, dia akan menjadi orang sukses! Hebat, kan? Energi cinta yang positif! Cocok banget buat ditiru! Nah, ucapan Tania yang demi-demi-demi ini sedikit buat aku jleb juga. Soalnya aku pernah gitu—demi “ehem” aku akan lulus SNMPTN. #SalahFokus #MalahCurcol

Terus karakter Danar. He’s lovable, actually. I used to love him, by the way—sebelum baca  bagian akhirnya huehehe. Baik, suka nulis novel, ganteng, charming, menyenangkan, rendah hati banget. Sebutin aja satu-per-satu sifat baik, itulah Danar—on my first perception. He looked perfect. Tapi, nggak, kok. Dia nggak segitu perfect-nya. Tiap manusia pasti ada dark side-nya juga, kan? Saat baca ending, aku baru sadar, kalau Danar nggak se-perfect itu. Tukangfake. Menurutku, itu julukan yang pas banget buat Oom/Kak Danar. Aku bahkan nggak ngerti kenapa respon seseorang sedewasa Danar begitu jadinya di akhir cerita. I don’t know, lah. Terserah Danar. (?) By the way, I hate him so much.. in the end!

Ada juga temannya Tania, Anne. She’s the best friend ever. Baik bangeeeet. Selalu ada saat Tania butuh teman curhat, selalu ngasih petunjuk apa yang harus Tanian lakukan terhadap ini-itu, selalu ngasih pendapat objektif juga. Duh.. kok jadi pengen belajar filsafat seperti Anne, ya? Hahaha. Harus kalian catat, nih, aku lebih suka Anne daripada Tania. *eh

Karakter yang paling aku suka di sini adalah Dede. Iya, adiknya Tania. Menurutku, Dede ini adik yang pinter, rame, pokoknya menghormati kakaknya. Gegara adiknya Tania ini, aku jadi pengin nyoba main Lego huehehe. Paling lucu pas pertama kali Dede makan bebek peking itu. Awalnya dia protes ini-itu tentang bebek, ujung-ujungnya si bebek ludes juga dia makan, kecuali bagian PANTATNYA. Huahaha tos dulu dong, Dede. Aku juga jijik sama pantat bebek! :p

*TernyataPantatBebekAdalahAlasanMengapaSangReviewerSukaDede*

Okay, jangan pikirin pantat bebek. Intinya, novel ini sebenernya bagus, kok. Ada banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari seorang Tania ini. Salah satunya menjadikan cinta sebagai energi positif. Bukan untuk galau-galauan—meskipun Tania juga kadang galau, memangnya siapa sih yang nggak pernah galau? Aku pikir ada untungnya juga Tania cinta sama Danar. Kalau dia nggak pernah segitu cintanya sama Danar, mungkin dia nggak akan lulus bachelor degree jurusan Commerce NUS (National University of Singapore) hanya dalam waktu dua setengah tahun dengan GPA sempurna, bukan?

Satu bintang untuk pohon linden dan paku payung. Bintang yang kedua untuk Dede dan bebek pekingnya. Sedangkan bintang yang terakhir, untuk banyak pesan yang kudapat dari buku ini.

Prinsip hidup itu teramat lentur. Prinsip itu akan selalu berubah berdasarkan situasi yang ada di depan kita, disadari atau tidak. (page 144) 
Orang-orang yang sedang jatuh cinta memang cenderung menghubungkan satu dan hal lainnya. Mencari-cari penjelasan yang membuat hatinya senang. (page 166) 
Dalam urusan perasaan, di mana-mana orang jauh lebih pandai “menulis” dan “bercerita” dibandingkan saat “praktik” sendiri di lapangan. (page 174) 
“Kebaikan itu seperti pesawat terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat.” –Danar(page 184) 
Bahwa hidup harus menerima… penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami… pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan. -Dede(page 196)

Senin, 25 Februari 2013

Kisah Seorang Ibu dan Anak



Ibuku hanya memiliki satu mata. Aku membencinya, ia adalah sebuah hal yang memalukan. Ibuku menjalankan sebuah toko kecil pada sebuah pasar.
Dia mengumpulkan barang-barang bekas dan sejenisnya untuk dijual, apapun untuk mendapatkan uang yang kami butuhkan. Ia adalah sebuah hal yang memalukan.
Pada suatu hari di sekolah. Aku ingat saat itu hari ketika ibuku datang. Aku sangat malu. Mengapa ia melakukan hal ini kepadaku? Aku melemparkan muka dengan rasa benci dan berlari. Keesokan harinya di sekolah.. “Ibumu hanya memiliki satu mata?” dan mereka semua mengejekku.
Aku berharap ibuku hilang dari dunia ini maka aku berkata kepada ibu aku,”Ibu, kenapa kamu tidak memiliki mata lainnya? Ibu hanya akan menjadi bahan tertawaan. Kenapa Ibu tidak mati saja?” Ibu tidak menjawab. Aku merasa sedikit buruk, tetapi pada waktu yang sama, rasanya sangat baik bahwa aku telah mengatakan apa yang telah ingin aku katakan selama ini.
Mungkin itu karena ibu tidak menghukum aku, tetapi aku tidak berpikir bahwa aku telah sangat melukai perasaannya.
Malam itu, Aku terbangun dan pergi ke dapur untuk mengambil segelas air. Ibuku menangis disana, dengan pelan, seakan ia takut bahwa ia akan membangunkanku. Aku melihatnya, dan pergi. Karena perkataanku sebelumnya kepadanya, ada sesuatu yang mencubit hati aku.

Meskipun begitu, Aku membenci ibuku yang menangis dari satu matanya. Jadi, Aku mengatakan diri ku jikalau aku akan tumbuh dewasa dan menjadi sukses, karena aku membenci ibu bermata-satu aku dan kemiskinan kami.
Lalu aku belajar dengan keras. aku meninggalkan ibu dan ke Seoul untuk belajar, dan diterima di Universitas Seoul dengan segala kepercayaan diri. Lalu, aku menikah. aku membeli rumah milikku sendiri. Lalu aku memiliki anak-anak juga. Sekarang, aku hidup bahagia sebagai seorang pria yang sukses. aku menyukainya disini karena ini adalah tempat yang tidak meningatkan aku akan ibu.
Kebahagiaan ini menjadi besar dan semakin besar, ketika seseorang tidak terduga menjumpai aku “Apa?! Siapa ini?”… Ini adalah ibu aku.. tetap dengan satu matanya. Ini rasanya seperti seluruh langit sedang jatuh ke diri aku. Anak perempuan aku lari kabur, takut akan mata ibu aku.
Dan aku bertanya kepadanya, “Siapa Anda? aku tidak mengenalmu!!” sandiwara aku. aku berteriak kepadanya “Mengapa engkau berani datang ke rumah aku dan menakuti anak aku! Pergi dari sini sekarang juga!”
Dan ibu dengan pelan menjawab, “Oh, maafkan aku. aku pasti salah alamat,” dan dia menghilang. Terima kasih Tuhan.. Ia tidak mengenali aku. aku merasa cukup lega. aku mengatakan kepada diri aku bahwa aku tidak akan peduli, atau berpikir tentang ini sepanjang sisa hidup aku.
Lalu ada perasaan lega datang kepada aku.. Suatu hari, sebuah surat mengenai reuni sekolah datang ke rumah aku. aku berbohong kepada istri aku mengatakan bahwa aku akan pergi perjalanan bisnis. Setelah reuni ini, aku pergi ke rumah lama aku.. karena rasa penasaran saja, aku menemukan ibu aku terjatuh di tanah yang dingin. Tetapi aku tidak meneteskan satu air mata sekalipun. Ia memiliki sepotong kertas di tangannya.. dan itu adalah surat untuk diri aku.
=================================================
Anakku,
Aku pikir hidupku sudah cukup lama saat ini. Dan.. aku tidak akan mengunjungi Seoul lagi.. tetapi apakah itu terlau banyak jikalau aku ingin kamu untuk datang menunjungiku sekali-kali nak? aku sangat merindukanmu. Dan aku sangat lega ketika mendengar kamu akan datang dalam reuni ini.
Tetapi aku memutuskan untuk tidak datang ke sekolah.. Untuk Kamu.. aku meminta maaf jikalau aku hanya memiliki satu mata dan aku hanya membawa kemaluan bagi dirimu.
Kamu tahu, ketika kamu masih sangat kecil, kamu terkena sebuah kecelakaan, dan kehilangan satu matamu. Sebagai seorang ibu, aku tidak tahan melihatmu harus tumbuh dengan hanya satu mata.. maka aku memberikanmu mata aku.. aku sangat bangga kepada anak aku yang melihat dunia yang baru untuk aku, menggantikan aku, dengan mata itu.
Aku tidak pernah marah kepadamu atas apapun yang kamu lakukan. Beberapa kali ketika kamu marah kepada aku. aku berpikir sendiri,”Ini karena kamu mencintai aku.” Aku rindu waktu ketika kamu masih sangat kecil dan berada di sekitarku.

Aku sangat merindukanmu. Aku mencintaimu. Kamu adalah duniaku.